Ilustrasi ibu mengalami baby blues. Foto: Freepik

Waspada Baby Blues, Ini Bedanya dengan Depresi Postpartum

Belum lama ini, beredar video seorang ibu hendak membuang bayinya di rel stasuin kereta api yang menghebohkan publik. Diketahui, peristiwa itu terjadi di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Dalam video yang beredar di media sosial, terlihat ibu tersebut tengah dipegangi oleh petugas stasiun dan terus memberontak. Sedangkan, bayinya digendong seorang petugas lain dan menangis tanpa henti.

Video pendek tersebut viral di media sosial, salah satunya diupload Instagram @updateinfjakarta.

"Diduga mengalami depresi, seorang ibu berniat melempar buah hati ke jalur perlintasan kereta api listrik (KRL) di kawasan Pasar Minggu," tulis akun tersebut pada Senin (4/9/2023).

Kapolsek Pasar Minggu, Kompol David Purba mengatakan bahwa informasi yang beredar di media sosial tidak semua benar. David mengungkapkan, ibu itu tidak berniat membuang bayinya. Namun ia ingin bunuh diri dengan cara melompat ke jalur KRL.

"Dari informasi petugas, itu si ibunya yang mau bunuh diri. Jadi percobaan bunuh diri," kata Kompol David Purba, Senin (4/9/2023), dikutip dari kompas.com.

Akan tetapi, ia belum bisa memastikan apakah ibu itu hendak mengajak anaknya bunuh diri atau tidak.

Ilustrasi seorang ibu sedang mengalami depresi postpartum. Foto: Shutterstock

Baby Blues dan Depresi Postpartum

Baby blues sering dikaitkan dengan depresi yang dialami perempuan setelah melahirkan. Kondisinya bermacam-macam. Mulai dari tak mau melihat bayinya sendiri, bahkan histeris dan merasa tidak siap menjadi ibu.

Tidak sedikit orang menganggap semua sindrom pasca-melahirkan adalah baby blues. Padahal, depresi setelah melahirkan bukan hanya baby blues. Ada depresi lain yang bisa dialami perempuan setelah melahirkan, yakni postpartum.

Psikolog klinis Nuran Abdat mengatakan, ada dua jenis depresi bisa dialami ibu setelah melahirkan.

"Ada dua jenis, pertama itu sindrom baby blues, lalu kedua [depresi] postpartum. Orang menganggapnya semua depresi itu baby blues, padahal bukan. Keduanya berbeda," kata Nuran dalam webinar yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dikutip dari cnnindonesia.com.

Sindrom baby blues maupun depresi postpartum merupakan masalah mental. Namun keduanya berbeda, baik dari segi masalah hingga durasi depresi yang bisa dialami.

Perbedaan Baby Blues dan Postpartum

·      Baby blues merupakan kondisi yang dialami ibu setelah melahirkan. Sindrom ini berupa gangguan emosi biasanya muncul dua hingga tiga hari setelah melahirkan. Tapi, beberapa orang bisa mengalami gejala ini hingga satu atau dua pekan.

Para ibu mengalami baby blues biasanya mengalami perubahan emosi cukup signifikan. Mulai rasa sedih muncul tiba-tiba, mudah tersinggung, hingga mudah lupa.

Kondisi ini sebenarnya umum terjadi. Hampir 80 persen ibu melahirkan mengalami baby blues. Meski demikian, baby blues juga tak bisa disepelekan. Sebab jika dibiarkan, baby blues bisa memicu depresi postpartum.

"Harus ditangani, orang sekitar misalnya suami harus lebih perhatian. Kalau istri mood-nya swing, buat dia lebih happy, lebih perhatian agar dia merasa nyaman," kata Nuran.

Jika baby blues bisa terjadi kurun waktu maksimal dua pekan, depresi postpartum justru berbeda. Depresi postpartum bisa dialami ibu dalam jangka waktu cukup lama, misalnya satu bulan hingga satu tahun.

Depresi postpartum bisa terjadi karena stres dan perubahan hormon yang dialami ibu. Lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh dan bisa memicu postpartum.

Ibu mengalami depresi postpartum juga tidak bisa bonding dengan bayi mereka. Bahkan, tidak sedikit ibu ingin bunuh diri hingga muncul keinginan membunuh anak mereka.

"Makanya [depresi] postpartum sangat berbahaya. Bukan hanya mengancam nyawa ibu, tapi juga nyawa bayi. Lingkungan keluarga, suami, mertua, tetangga, semua sangat memberi dampak terhadap muncul atau tidaknya postpartum ini," jelas Nuran.(*)

Artikel Terkait