MBG di Lubuk Linggau Jadi Penggerak Ekonomi Lokal dan Penguatan Pangan Daerah
Pemerintah menyadari betul pentingnya masa pertumbuhan sejak dini, MBG bukan sekedar pemenuhan makan
Putri Arab Saudi, Hassa binti Salman Al Saud dinyatakan bersalah karena menginstruksikan pengawalnya memukuli dan mempermalukan seorang tukang saat sedang merenovasi apartemen pribadinya di Paris tahun 2016.
Kasus Penganiayaan
Saudara perempuan Putra Mahkota Arab Saudi tersebut dijatuhi hukuman percobaan 10 bulan dengan denda 10.000 euro (sekitar Rp160 juta) oleh pengadilan Prancis pada Kamis (12/9/2019).
Saudara dari Pangeran Mohammad bin Salman itu dijatuhi hukuman ‘in absentia’ atau dengan ketidakhadiran sang Putri dan dinyatakan bersalah atas kekerasan bersenjata, dan keterlibatan menahan kehendak seseorang dilansir cnn.com.
Sedangkan pengawal pemukul korban, Saidi, dijatuhi hukuman delapan bulan penjara dan denda sebesar 5.000 euro (Sekitar Rp80 juta).
Pengakuan Korban
Korban pemukulan pengawal putri Arab Saudi bernama Ashraf Eid, warga negara Prancis tetapi kelahiran Mesir.
Eid mengatakan dia sedang bekerja di kamar mandi di apartemen di Avenue Foch yang eksklusif di Paris (milik Raja Salman) dan mengambil foto furnitur untuk referensi ketika dia melihat bayangan sang putri di kaca.
Menurut pengakuan Eid dibacakan di pengadilan, ketika Putri Hassa melihatnya, sang putri memerintahkan pengawalnya Rani Saidi mengambil ponselnya.
Eid mengklaim Saidi kemudian menganiaya dan menendang wajahnya. Eid menuduh bahwa sang putri menghinanya dan melontarkan umpatan kasar.
"Anda akan melihat bagaimana Anda harus berbicara dengan seorang putri, bagaimana seseorang harus berbicara dengan keluarga kerajaan," kata Putri Hassa ditirukan Eid di persidangan pengadilan.
Eid kemudian mengatakan bahwa Saidi menodongkan pistol ke bagian belakang kepalanya dan memberinya dua pilihan: "Cium kaki sang putri atau ambil risiko serangan lebih lanjut."
Eid mengadu ke polisi begitu dia dibebaskan dari apartemen. Polisi menginterogasi sang putri selama dua jam, lalu melepaskannya.
Tiga hari kemudian, Putri Hassa meninggalkan negara itu. Seorang hakim investigasi mencoba menghubungi sang putri beberapa kali tetapi tidak berhasil, akhirnya mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuknya tahun 2017.
Sosok Putri Hassa
Kasus Putri Hassa menjadi pukulan telak bagi citra Kerajaan Saudi yang sedang menjalani reformasi sosial dan ekonomi besar-besaran.
Di media pemerintah Arab Saudi, Hassa binti Salman Al Saud dikenal sebagai penggiat pekerja sosial di negaranya.
Dikutip dari bbc.com, sang Putri dipuji karena kerja amalnya serta advokasi hak-hak perempuan di negara dijuluki Negeri Minyak.
Putri Hassa merupakan anak perempuan satu-satunya dari 12 bersaudara anak Raja Salman. Putri dari Ibu bernama Sultana binti Turki al-Sudairi.
Dia lahir di Riyadh tahun 1974 dan menikah dengan Pangeran Fahd bin Saad bin Abdullah bin Turki al-Saud pada Juni 2021.
Suaminya adalah cicit dari Imam Turki bin Abdullah bin Mohammed, pendiri negara kedua Arab Saudi dan kakek dari penguasa Kerajaan Arab Saudi.
Pendidikan
Putri Hassa meraih gelar sarjana sastra Inggris dari King Saud University di Riyadh, dan dua gelar master dari universitas di Inggris.
Yang pertama adalah studi diplomatik dan hukum internasional dari University of Westminster di London tahun 2001.
Gelar master keduanya dalam hukum hak asasi manusia–hukum internasional komparatif dan hak asasi manusia dalam Islam dari School of Oriental and African Studies di University of London tahun 2011.
Skandal
Kasus penganiayaan Putri Hassa bersama dengan pengawalnya di Prancis bukanlah yang pertama dialami anggota Kerajaan Arab Saudi.
Tahun 2013, otoritas Prancis perintahkan penyitaan aset-aset Putri Arab Saudi, Maha al-Sudairi. Hal tersebut lantaran sang Putri tidak membayar hotel mewah menginap hingga hampir 6 juta euro (sekitar Rp96 miliar).(*)